masukkan script iklan disini
"Desakan pencopotan Kapolres Tapanuli Utara, AKBP Ernis Sitinjak terus betgulir. Kali ini ratusan Mahasiswa Pospera Sumatera Utara (Sumut) melakukan aksi demo di Mapolda Sumatera Utara pada hari Rabu, 13 November 2024.
Medan.Lensa Nusantara biz id
Aksi ini disebabkan berbagai bentuk protes terhadap dugaan ketidakprofesionalan Kapolres Tapanuli Utara dalam menangani sejumlah kasus hukum. Sebanyak 300 massa melakukan aksi mendesak agar Kapoldasu mencopot Kapolres Tapanuli Utara yang diduga juga melakukan cawe-cawe terhadap salah satu calon bupati di kabupaten Tapanuli Utara. Aksi dimulai sekitar pukul 11.30 WIB, dengan titik kumpul di Kampus UISU menuju kantor Poldasu.
Semangat yang menggelora di depan Markas Polda Sumatera Utara bercampur rasa geram dan tuntutan keadilan tampak jelas dari ekspresi para demonstran, yang menggelar aksi sebagai bentuk protes keras terhadap dugaan ketidakprofesionalan Kapolres Tapanuli Utara (Taput), AKBP Ernis Sitinjak, dalam menangani sejumlah kasus hukum serta dalam menjaga netralitas pada Pilkada Tapanuli Utara 2024.
Di bawah terik matahari siang, massa aksi mulai berkumpul di Kampus UISU sejak pukul 11.30 WIB dan bergerak ke Mapolda Sumut, membawa spanduk, poster, dan seruan yang tak henti-hentinya berkumandang. Tuntutan utama mereka adalah pencopotan Kapolres Taput, yang dinilai tidak netral dan diduga mendukung salah satu pasangan calon dalam Pilkada Taput. Hal ini, menurut Koordinator Aksi Pospera Sumut, Febrino Galatia, telah melukai prinsip netralitas yang seharusnya dipegang oleh aparat negara dalam proses demokrasi.
“Kami tidak akan diam. Kapolres Tapanuli Utara harus dicopot. Jika memang aparat kepolisian diminta menjaga netralitas, maka mereka harus menunjukkan integritasnya, bukan malah terlibat dalam politik praktis,” tegas Febrino dengan suara lantang yang disambut sorak setuju para demonstran.
Aksi ini semakin memanas ketika massa juga menuntut pengusutan terhadap maraknya praktik perjudian di wilayah Taput, yang dinilai Kapolres gagal tangani. “Kami menuntut keadilan. Kami menuntut agar kepolisian bersih dari politik kotor!” teriak seorang demonstran.
Kondisi di lokasi demonstrasi semakin tegang ketika perwakilan dari Polda Sumut, Kepala Jaga Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT), AKP Panjaitan mencoba menemui mereka untuk berdialog. Namun, para demonstran menolak mentah-mentah upaya audiensi ini. “Kami ingin Kapolda Sumut langsung yang turun menemui kami, bukan perwakilan!” ujar salah satu peserta aksi dengan nada tegas.
Mereka bertahan hingga sore, menunggu Kapolda Sumut turun tangan secara langsung. Massa yang setia bertahan terlihat duduk berbaris di depan Mapolda Sumut, menggemakan seruan keadilan dengan suara yang semakin serak, namun tak pudar oleh rasa lelah. Situasi di sekitar lokasi aksi tampak tetap kondusif meskipun penuh ketegangan, sementara personel kepolisian berjaga ketat di sekitar area Mapolda Sumut.
Menjelang sore, seorang perwira menengah Polda Sumut, yakni Kompol Rudy akhirnya turun menemui para demonstran dan menerima tuntutan mereka. Meski menerima penjelasan dari perwakilan ini, massa tetap menegaskan bahwa mereka akan mengawal proses ini hingga tuntutan tersebut benar-benar diwujudkan.
“Kami meminta agar Polri tidak hanya berfokus pada penegakan hukum, tetapi juga memastikan tidak ada aparat yang terlibat dalam praktik politik yang merugikan pihak lain,” tambah Febrino di tengah-tengah para demonstran. Baginya, ketidaknetralan aparat dalam Pilkada, apalagi yang melibatkan petinggi kepolisian, dapat mencederai keadilan dan merusak demokrasi.
Aksi massa ini diharapkan dapat menggerakkan publik dan pihak berwenang untuk segera menanggapi tuntutan yang telah berulangkali digaungkan, seraya mempertanyakan netralitas aparat dalam pemilu dan Pilkada. Pertanyaan besar pun muncul di tengah masyarakat: apakah Polri tetap berkomitmen menjaga prinsip netralitas demi menjamin demokrasi yang adil?. (Ros,007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar